Komunitas KYM

KOMUNITAS DAN KARYA PELAYANAN KYM

  1. Komunitas St. Laurensius, Pematangsiantar

Komunitas St. Laurensius Jl. Sibolga 17 merupakan Rumah Induk Kongregasi KYM Indonesia, komunitas ini dibuka pada tanggal 16 Januari tahun 1933. Para suster penghuni pertama adalah Sr. Constance van Dam, Sr. Maria Roza, Sr. Wilhelmino, dan Sr. Jeanne Baptista. Pembinaan awal hidup religius para suster KYM dilakukan di Rumah Induk ini. Selain itu, pesta-pesta besar dalam kongregasi biasanya juga dipusatkan di komunitas ini. Karya pelayanan yang ditangani para suster di komunitas ini beragam, mulai dari pelayanan rumah tangga, kantin sampai pelayanan di bidang pendidikan formal di SMP, SMA dan SMK Bintang Timur serta Asrama Putri bagi siswi-siswi yang bersekolah di perguruan Bintang Timur dan Cinta Rakyat 1. Para suster juga terlibat dalam karya pastoral seperti; kunjungan keluarga, penjara, orang sakit dan jompo, Legio Maria, doa lingkungan, organisasi paroki dan urusan gereja demi kelancaran pelayanan Sakramen di paroki St. Laurensius Pematangsiantar.

Para suster yang bertanggungjawab dalam pelayanan di komunitas St. Laurensius saat ini yakni Sr. Maria Andrea Pandiangan, Sr. Plasidia Pardede, Sr. Agnes Datubara, Sr. Bernadetha Purba, Sr. Regina Nainggolan, Sr. Dominika Gultom, Sr. Sesilia Sirait, Sr Urbana Sirait, Sr. Venansia Sihombing, Sr Louis Malau, Sr. Emerita Samosir, Sr. Winanda Siregar, Sr Aniceta Parhusip, Sr. Lusiana Tamba, Sr Yoanita, Sr. Yolanda Sihura, Sr. Eleonora Silalahi, Sr. Isabella Pareira, Sr Zita Hutabalian, Sr Flora Purba, Sr Emanuela, Sr Getrudis, Sr Angela,

  1. Komunitas Sta. Maria, Palipi


Komunitas Sta. Maria terletak di seberang Danau Toba tepatnya di Palipi pulau Samosir. Komunitas ini dibuka pada tanggal 13 November 1951. Para suster misionaris pertama yang menghuni komunitas ini yakni Sr. Antonienne, Sr. Bonifasia, Sr. Emberta dan Sr. Benetia. Inilah komunitas cabang pertama sesudah komunitas St. Laurensius. Pada saat itu para suster melayani di bidang kesehatan yakni Poliklinik dan BKIA Parhorasan, di bidang pendidikan SMP Bintang Samosir dan rumah tangga. Dalam perjalanan selanjutnya para suster juga melayani anak-anak   asrama yang bersekolah di SMP Bintang Samosir, juga mendampingi kegiatan pastoral paroki seperti Asmika, Areka dan OMK, Kelompok Tani (Gapoktan) serta rumah tangga. Dengan demikian ada keseimbangan pelayanan ke dalam dan keluar komunitas. Para suster yang melanjutkan karya pelayanan di komunitas Sta. Maria Palipi saat ini adalah Sr Frederika Siallagan, Sr. Gabriel Situmorang, Sr Ursula Sinaga, Sr. Henrita Tambunan, Sr Fidelia Gultom, Sr Priscilla Nadeak.

 

  1. Komunitas Sta. Katarina Labore/CAPRI, Parapat

Pada tanggal 01 November 1963 di kota pariwisata Parapat yang sejuk dan indah berdirilah sebuah komunitas KYM dengan nama CAPRI dan saat ini dikenal dengan nama komunitas Sta. Katarina Labore, Parapat. Pioner pertama di komunitas ini yakni Sr. Fransisca de Chantal van den Linden, Sr. Flavia Napitu, Sr. Cesilia Sirait, Sr. Kristina Rajagukguk. Karya pelayanan pertama para suster di komunitas ini adalah melayani konsumsi para calon imam Kapusin di dapur. Dalam perkembangan selanjutnya pelayanan tidak hanya terbatas di dapur saja, namun para suster juga terlibat dalam pelayanan pastoral dan organisasi paroki, pendidikan TK, menerima tamu yang menginap dalam jumlah yang terbatas dan pelayanan rumah tangga. Ada juga suster yang melayani di rumah Retret PPU milik paroki Parapat. Penghuni komunitas Sta. Katarina saat ini yakni; Sr. Monika Manurung, Sr. Theresiana Luan, Sr. Florida Iba, Sr. Roswita.

  1. Komunitas Emaus, Lubuk Pakam

Komunitas Emaus Lubuk Pakam letaknya dekat Bandara Internasional Kualanamu-Medan. Komunitas ini berdiri pada tanggal 15 Agustus 1967. Perutusan pertama ke komunitas ini diberikan kepada Sr. Antonni van Wetering, Sr. Maristella Hart dan Sr. Flavia Napitu. Para suster pioner pertama menangani karya pelayanan di bidang kesehatan yang meliputi Polinik dan Rumah Bersalin Maristella, serta karya pendidikan. Pada tahun 1996 kongregasi membuka TK RK Bintang Timur yang bernaung di bawah Yayasan St. Laurensius Pematangsiantar. Perkembangan pelayanan selanjutnya semakin berkembang meliputi kegiatan pastoral seperti mendampingi Asmika, Areka, OMK dan PIK. Pada saat ini para suster juga melayani anak-anak asrama putri dan putra, kantin dan kolektor di Yayasan Don Bosco serta anak-anak/bayi titipan karena kedua orangtua mereka memilik pekerjaan tertentu. Ada juga suster yang sedang studi/kuliah dan tinggal di komuitas ini.  Para suster yang melayani di komunitas Emaus saat ini yakni; Sr. Leonarda Situmorang, Sr. Yasinta Saragih, Sr. Hendrika Sinaga, Sr. Fransiska Sarmento, Sr. Ricarda Simbolon, Sr Naomi Sihombing, Sr. Faustina Moin, Sr Vini Vidi Vici, Sr Lenni Sihomibing dan Sr Eugenia Simbolon.

  1. Komunitas Sta. Theresia, Aek Kanopan

Perintis pertama komunitas ini adalah Sr. Imelda Harianja, Sr. Anastasia Sitohang, Sr. Vinsensia Sipayung dan Sr. Helena Rumapea. Komunitas ini dibuka pada tanggal 01 Oktober 1976 atas permintaan ordo Kapusin. Alasan utama adalah memaksimalkan pelayanan pastoral umat yang tidak mungkin hanya dilayani oleh 2 orang pastor dengan medan pelayanan yang cukup memprihatinkan dan sulit dijangkau. Pada waktu itu karya pelayanan pastoral ini merupakan hal yang baru bagi kongregasi KYM. Para suster terlibat langsung ke stasi-stasi dengan menggunakan sepeda motor dan mengenakan pakaian sipil. Kegiatan mereka di stasi antara lain memimpin ibadat Sabda baik itu hari Minggu maupun hari-hari biasa, mendampingi kegiatan PIK, Asmika, OMK, Sermon dan kursus-kursus serta pendalaman iman. Sampai saat ini pelayanan yang ditangani para suster antara lain di bidang pendidikan formal seperti Kepala Sekolah TK dan SMP, administrasi paroki, pastoral langsung ke stasi-stasi, pendampingan Asmika, Areka, OMK dan kursus-kursus persiapan Sakramen misalnya sakramen pembaptisan, komuni pertama dan perkawinan.  Saat ini komunitas Sta. Theresia dihuni oleh; Sr. Christine Silalahi, Sr. Ludovika Samosir, Sr. Claudia Pareira, Sr.Alexia Simbolon, Sr. Clarensia Sinaga, dan Sr Valentina Sole.

  1. Komunitas Betania, Aek Nabara

Pada tanggal 27 Juli 1979 Kongregasi mengutus Sr. Regina Nainggolan dan Sr. Flora Situmorang untuk membuka komunitas di Paroki St. Fransiskus Asisi, Aek Nabara atas permintaan pastor Germano Framarin, SX dan pastor Fransisco Marini, SX. Tujuannya adalah untuk membantu para pastor dalam pelayanan pastoral paroki. Komunitas Betania adalah komunitas yang unik karena para pastor dan suster yang berkarya di paroki ini menjadi satu komunitas. Dalam kehidupan sehari-hari segala sesuatunya dikerjakan bersama, misalnya makan, berdoa, bekerja, merencanakan dan melaksanakan program parochial serta dalam hal keuangan. Laporan keuangan komunitas dikirim langsung ke keuskupan Agung Medan dan kepada pimpinan kongregasi masing-masing. Komunitas ini merupakan representasi dari apa yang saat ini sangat dikembangkan di Indonesia yakni Komunitas Basis (KOMBAS). Komunitas bisa terbentuk, bertahan dan berkembang karena didasari oleh sikap saling percaya antara kedua belah pihak (KYM dan SX) dan didukung oleh pihak Keuskupan Agung Medan.

Situasi hujan dan panas, jalan licin dan berlumpur tidak menjadi penghalang bagi mereka dalam menjalankan tugas pelayanan. Tidak menjadi pemandangan yang aneh jika mereka kembali dari stasi dengan pakaian yang berlumpur dan berkeringat. Walaupun demikian, tugas pelayanan tetap dilaksanakan dengan baik karena cinta kepada Tuhan dan umat-Nya. Kehadiran para suster di stasi meneguhkan iman umat dan para suster sendiri. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di stasi antara lain memberikan pendalaman iman, kursus-kursus, sermon, kunjungan keluarga, mempersiapkan komuni pertama. Selain itu, ada juga suster yang mengajar di sekolah SMP Bintang Kejora, menangani Credit Union (CU), dan kunjungan ke lingkungan. Para suster dan pastor yang melanjutkan karya di komunitas Betania saat ini yakni Sr. Klara Nainggolan, Sr. Cornelia Puu Heu dan Sr Seraphine Munte Pastor Natty SX, Pastor Hebri  SX dan Pastor Valentino SX.

  1. Komunitas St. Yosef, Duri

Kebutuhan pastoral Gereja universal membantu Kongregasi mulai mengembangkan sayap ke Keuskupan Padang, melalui Mgr. M. D. Situmorang, OFMCap, inilah awal pembukaan komunitas Duri yang diresmikan pada tanggal 09 Desember 1985 oleh pastor Bruno Orrei, SX sebagai kepala paroki saat itu. Para suster yang menjadi egara di komunitas ini adalah Sr. Imelda Harianja, Sr.Veronika Haloho, dan Sr. Antoneta Purba. Karya pelayanan awal yang digeluti para suster saat itu adalah karya pastoral. Para suster dan pastor selalu menyusun jadwal kunjungan dengan baik sehingga semua umat terlayani. Hal yang paling menyenangkan adalah kunjungan ke stasi-stasi dan tinggal bersama umat. Banyak tantangan yang dihadapi  baik dari diri sendiri maupun dari pihak luar misalnya permasalahan umat yang kompleks, dan lingkungan sekitarnya. Meskipun demikian, semangat merasul tetap berkobar dalam diri para suster dan pastor karena menyaksikan kehausan rohani umat Allah dan keinginan untuk berbagi kasih dengan mereka yang membutuhkan.

Selain karya pastoral, Poliklinik dan Rumah Bersalin mulai dibuka karena animo masyarakat cukup besar untuk berobat ke tempat ini, sebab bagi pasien para suster yang melayani di Poliklinik “bertangan dingin”. Selain pelayanan kesehatan di Duri, masih ada lagi pelayanan kesehatan yang dulu ditangani oleh para suster misionaris pertama di Bagan Siapiapi. Pelayanan kesehatan ini tidak pernah ditutup hanya pengelolanya yang berganti. Sekarang Yayasan Prayoga yang mengelola pelayanan kesehatan ini meminta kesediaan kongregasi KYM untuk berkarya kembali di sana. Kehadiran kongregasi KYM di sana masih dalam status percobaan sehingga hanya 2 orang suster yang melayani di sana dan mereka termasuk anggota komunitas Duri. Kehadiran para suster kembali di Bagan Siapiapi membawa kegembiraan dan suka cita bagi umat di sana. Misi dan pelayanan di komunitas Duri saat ini ditangani oleh Sr. Krisanti Saragih, Sr. Margaretha Sitanggang, Sr. Lidwina Sinaga, Sr. dan Yulita Sinaga.

  1. Komunitas Antonius van Erp, Rantau Prapat

Kongregasi menanggapi kebutuhan zaman dan masyarakat Labuhan Batu dalam bidang pendidikan pada masa itu dengan membuka komunitas P. Antonius van Erp pada tanggal 13 Juli 1988. Tujuan pendirian komunitas ini adalah pelayanan terhadap kaum muda baik di bidang pendidikan formal dan non formal seperti asrama Putra St. Laurensius dan asrama Putri St. Fransiskus Xaverius milik paroki tetapi dikelola oleh para suster KYM. Di lokasi ini didirikan perguruan Bintang Timur mulai dari TK, SD, SLTP dan SLTA yang cukup megah. Keunikan masyarakat di wilayah ini adalah minat orangtua untuk menyekolahkan anak sangat tinggi sedangkan minat belajar anak mereka sangat kurang. Situasi ini membawa kesulitan bagi para pendidik dalam melaksanakan tugas mereka dengan baik. Lingkungan sekitarnya juga kurang memberikan kenyamanan bagi siswa-siswi untuk belajar. Kesulitan-kesulitan inilah yang mendorong kongregasi dan paroki untuk mendirikan asrama baik putra maupun putri. Suster yang bertanggungjawab dalam pelayanan di komunitas P. Antonius van Erp saat ini yakni Sr. Stefani Sinaga, Sr. Agustina Simajuntak, Sr. Emiliana, Sr. Agnesia Nainggolan, Sr. Apolonia Loni, Sr Elisabeth, Sr Paulina Simbolon, Sr Odilia Manik, Sr Eufrasia Sijabat, dan Sr Gisella Halawa.

  1. Komunitas Mieke de Bref, Pematangsiantar

Sebelum komunitas ini dibuka, Pemimpin Umum kongregasi tinggal di komunitas St. Laurensius dan seluruh kegiatannya dipusatkan di sana. Kongregasi semakin lama semakin berkembang dan anggota komunitas juga semakin bertambah sehingga tampaknya tidak mungkin lagi mempertahankan Pemimpin Umum dan kantornya di komunitas St. Laurensius. Maka dipikirkan untuk membangun rumah dan kantor khusus untuk Pemimpin Umum kongregasi tersendiri. Pada tanggal 28 Maret 1989 komunitas Pemimpin Umum resmi dibuka dengan nama pelindung Mieke de Bref, yaitu nama permandian dari Sr. Vincentia de Bref suster pertama dan Pemimpin Umum Pertama kongregasi KYM. Dengan pemberian nama ini, kita memberikan penghormatan kepada Ibu Agung kita. Para suster yang tinggal di komunitas ini bukan hanya Pemimpin Umum tetapi ada beberapa suster yang sedang kuliah dan ada yang melayani di rumah tangga. Penghuni pertama komunitas ini yakni Sr. Bernadetha Purba, Sr. Placidia Pardede, Sr. Fransiska Pakpahan, Sr. Aloysia Manihuruk, dan Sr. Petra Silalahi. Pada saat ini Komunitas Mieke de Bref dihuni oleh Sr. Yohana Parhusip (Pemimpin Umum), Sr. Klementina Manurung (wakil Pemimpin Umum), Sr. Lorentine Sihotang (Sekretaris), Sr. Godeliva Manurung, Sr Evifani Sinaga (Ekonom), Sr. Laurensia Sipayung, Sr. Julia Pandiangan, Sr. Felisitas Ambarita, Sr. Aquila Tarigan, Sr. Rafael Sitorus, Sr. Marcella Silalahi dan Sr Modesta Lumban Gaol.

  1. Komunitas Nasareth, Pematangsiantar

Kongregasi semakin lama semakin berkembang baik dari jumlah karya yang ditangani maupun jumlah anggota. Banyak gadis yang berminat menjadi calon suster , namun pada umumnya mereka baru tamat SLTP dan masih harus melanjutkan ke SLTA. Sambil belajar para gadis sederhana dan polos ini diseleksi apakah cocok menjadi calon suster atau tidak. Pada awalnya para calon ini tinggal di komunitas St. Laurensius, namun dengan bertambahnya jumlah anggota komunitas, maka kongregasi memikirkan untuk membangun komunitas khusus untuk pembinaan calon-calon suster. Inilah cikal bakal berdirinya komunitas Nasareth yang diresmikan pada tanggal 01 Agustus 1989. Selain sebagai tempat pembinaan para calon suster, di komunitas ini juga mengelola asrama putrid dan menerima anak-anak panti asuhan.

Dalam perkembangan selanjutnya dialami bahwa suasana asrama kurang mendukung hidup rohani para calon suster, maka Kapitel Umum Kongregasi Maret 2001 diputuskan bahwa pembinaan calon suster dipindahkan kembali ke komunitas St. Laurensius Jl. Sibolga 17 Pematangsiantar. Selain asrama putri, komunitas ini juga mengelola asrama putra yang letaknya tidak jauh dari komunitas ini sebagai tanggapan atas kebutuhan masyarakat setempat pada saat itu. Namun dalam perjalanan waktu asrama putra ini ditutup dan bangunan asrama difungsikan untuk pembinaan calon-calon suster sampai sekarang. Karya pelayanan yang ditangani para suster di komunitas ini yakni pendampingan asrama putri, panti asuhan Vita Dulcedo, guru TK Bintang Timur, SMP CR 1, pengurus Yayasan St. Laurensius, pembinaan calon suster, Asmika dan kunjungan keluarga, serta kegiatan lingkungan. Teladan Keluarga Kudus Nasareth senantiasa menjadi perjuangan para suster di komunitas ini untuk menyalurkan kehangatan kasih dalam pelayanan kepada anak-anak Vita Dulcedo dan asrama putrid dan calon-calon suster yang tinggal bersama para suster setiap hari. Para suster yang menghuni komunitas Nasareth saat ini yakni Sr. Yovita Simbolon, Sr Scolastika Munte, Sr. Nikasia Sinaga, Sr. Theresia Situmorang, Sr. Cordia Lingga, Sr Raynilda Sinaga, Sr. Sebastiana Sinambela, Sr. Maria Munte,  Sr. Ignasia Sitohang, Sr Mikaela Manik,  Sr Ancilla Purba, Sr. Gregoria Taileleu dan Sr Daniela Sitepu.

  1. Komunitas St. Miguel, Timor Leste

Tanah Timor Lorosae meskipun kering dan tandus namun memiliki pemandangan laut yang sungguh indah dan membutuhkan pelayanan kasih. Kongregasi mendapat kesempatan untuk mengembangkan sayap dan memenuhi himbauan Pimpinan Gereja Katolik untuk melayani di pronpinsi ke 27 ini. Maka pada tanggal 29 Juni 1990 komunitas Sta. Margaretha resmi dibuka oleh Mgr. C.F. Ximenes Bello, SDB. Para suster mencoba menaburkan spiritualitas kongregasi melalui pelayanan kesehatan, pendidikan, pastoral dan pelayanan social. Tingkat pendidikan dan taraf hidup mayarakat masih sangat kurang, banyak anak usia sekolah belum menikmati pendidikan karena kurang mampu secara ekonomis dan kurang adanya kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Situasi ekonomi yang lemah menyebabkan juga rendahnya tingkat kesehatan masyarakat dan kurang gizi. Situasi musim yang tidak menentu, khususnya kemarau yang berkepanjangan (9 bulan musim panas) mengakibatkan masyarakat menjadi malas untuk bekerja di segara sehingga kemiskinan semakin merata di setiap daerah. Menanggapi situasi ini para suster bekerja keras untuk mencari dana bantuan bagi masyarakat dengan cara bekerjasama dengan LSM Moris Found untuk menangani pendidikan anak-anak, penambahan gizi untuk balita, biaya untuk orang sakit, bahkan biaya untuk perbaikan rumah-rumah masyarakat yang kurang memadai.

Sikap sabar dibutuhkan oleh para suster dalam menghadapi mentalitas masyarakat yang sulit untuk diubah walaupun mereka sudah dibantu dari segi materil dan spiritual. Para suster juga bekerjasama dengan pemerintah setempat untuk menangani anak-anak panti asuhan dengan cara pemerintah menyediakan satu unit rumah di Biadi, kurang lebih 8 km dari Manatuto untuk pelayanan egara ini, maka komunitas kedua yakni komunitas Sta. Louisa de Marilac pada tanggal 27 September 1995 mulai dibuka. Pelayanan yang dilakukan para suster antara lain mengajar di sekolah, pelayanan sosial, kesehatan dan panti asuhan.

Tanggal 04 September 1999 kedua komunitas ini terpaksa ditinggalkan setelah selesai jajak pendapat dan masyarakat Timor Leste memilih menjadi negara sendiri. Situasi jajak pendapat banyak memakan korban baik manusia maupun harta benda. Rumah dan karya pelayanan KYM turut menjadi korban, namun syukurlah pada saat itu para suster dan anak-anak panti asuhan sudah sempat mengungsi ke Atambua. Meskipun situasi sangat sulit pada saat itu, namun semangat pelayanan dalam diri para suster terhadap daerah misi ini tetap berkobar sehingga setelah situasi politik dan keamanan membaik para suster KYM kembali melayani di Timor Leste pada bulan Desember 2002 di komunitas St. Miguel Dili dengan pelayanan di bidang kesehatan, sekolah/TK, pelayanan social dan pastoral. Mereka yang melanjutkan pelayanan di komunitas St. Miguel saat ini yakni Sr. Anisya Situmorang, Sr. Yosefia Harianja, Sr Alexandra, Sr Yuliani Maia.

  1. Komunitas Sta. Maria Asumpta, Sikakap

Kepulauan Mentawai adalah daerah yang subur dan indah, rasa lelah selama perjalanan akan menjadi sirna jika sudah sampai di pulau Sikakap. Di pulau inilah KYM hadir sejak tanggal 29 Juni 1991 atas permintaan Mgr. M.D. Situmorang OFMCap untuk meneruskan pelayanan yang dulu dirintis oleh para suster A.L.I. Pelayanan yang ditangani yakni pendidikan, kesehatan, asrama dan pendampingan keluarga. Setelah satu tahun melayani di Sikakap, para suster membuka pelayanan Posyandu di desa Bukku Monga, Beleraksok, Mengauk-ngauk, dan Guluk-guluk. Satu-satunya sarana transportasi untuk pelayanan ini adalah menggunakan speed-boad. Cinta dan keprihatinan atas penderitaan masyarakat menjadi pengobar semangat pelayanan para suster tanpa henti. Tantangan menghadapi ombak dan badai di tengah laut tidak menjadi penghalang untuk melaksanakan tugas pelayanan di tempat ini. Berbagai tantangan pastoral yang dihadapi misalnya; pendidikan formal yang sangat tertinggal, ekonomi masyarakat rendah, kurang semangat kerja, pernikahan usia muda sehingga gampang cerai, dan kurang kesadaran untuk bersekolah, dll. Situasi ini menuntut para suster untuk meningkatkan pembinaan dan pendampingan intensif kepada anak-anak baik di sekolah maupun asrama dan masyarakat sekitarnya. Para suster yang melayani di komunitas Sta. Maria Asumpta saat ini dihuni yakni Sr. Francine Damanik, Sr. Franseline Silalahi dan Sr. Kristella Siallagan.

  1. Komunitas Samadi St. Vinsensius, Pematangsiantar

Tujuan awal pembelian lahan di Jl. Sisingamangaraja-samping USI untuk membangun tempat pembinaan hidup rohani karyawan/ti dan siswa/wi dari Yayasan St. Laurensius, tanpa menutup kemungkinan untuk kelompok lain. Dalam perjalanan waktu dipikirkan bahwa pembukaan dan pengelolaan karya pelayanan ini tidak mungkin ditangani oleh Yayasan walaupun awalnya inisiatif pendirian karya ini muncul dari Yayasan St. Laurensius. Rencana agar karya ini ditangani oleh kongrgegasi dibicarakan dalam Kapitel Umum maret 1991 dan para Kapitularis menyetujuinya. Untuk mewujudkan rencana inilah maka komunitas Samadi St. Vinsesnsius a Paulo resmi dibuka pada tanggal 23 November 1992. Sarana fisik penunjang kegiatan mulai dibangun dan dilengkapi tahap demi tahap. Saat ini sarana – prasarana kegiatan ini semakin memadai dan tempat ini bukan saja untuk pembinaan rohani karyawan/ti dan siswa/i Yayasan St. Laurensius tetapi juga untuk kegiatan-kegiatan kongregasi dan terbuka untuk umum dari berbagai kalangan dan agama. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di RRSV sampai saat ini antara lain;

  • Rekoleksi, retret, pertemuan dan pembinaan tunas-tunas muda kongregasi KYM dan kongregasi/ordo lain
  • Rekoleksi dan retret anak-anak sekolah; SD, SMP, SMU, Mahasiswa baik sekolah swasta maupun sekolah negeri
  • Pertemuan atau seminar; Pendeta, LSM, SBSI, BPR, para Dosen dll
  • Kegiatan-kegiatan pastoral dari berbagai lingkungan seperti OMK, Areka dan Asmika
  • Dengan tersedia sarana kolam renang saat ini, ada juga keluarga-keluarga yang mengisi hari libur bersama keluarga untuk rekreasi dan berenang pada hari Minggu dan hari libur.

Berbagai kegiatan yang dilakukan di komunitas ini bertujuan untuk menyalurkan Spiritualitas kongregasi KYM. Selain kegiatan di rumah Retret/RRSV anggota komunitas ini ada juga yang melayani di bidang pastoral, kegiatan lingkungan, CU, pendidikan, rumah tangga dan kuliah. Dengan bertambahnya peminat atau pengunjung di Rumah Retret Samadi Vinsensius/RRSV maka anggota komunitas juga semakin bertambah dari yang senior sampai yang junior. Para suster yang tinggal di komunitas Samadi Vinsensius saat ini yakni; Sr. Beata Harianja, Sr Tekla Purba Sr. Yustina Sidabutar, Sr Theodora, Sr. Helena Rumapea, Sr. Asteria Saragih, Sr. Anna Ambarita, Sr. Aloysia Manihuruk, Sr. Yosephin Purba, Sr. Petra Silalahi, Sr. Flavia Kolo, Sr. Natalia Situmorang, Sr. Imaculata, Sr. Tabita Sinaga, Sr Wendeline Situmorang, Sr Jenetri Bata, Sr Olivia Siallagan.

  1. Komunitas Rosalia, Bekasi

Kehadiran kongregasi di tempat ini atas himbauan Uskup Agung Jakarta Mgr. Leo Soekoto, SJ. Beliau berusaha menyusun strategi pelayanan pastoral berkaitan dengan situasi politik yang kurang kondusif pada waktu itu. Pada tanggal 06 Agustus 1994 komunitas ini resmi dibuka dengan mengutus 2 orang suster sebagai pioner. Mereka menempati satu unit rumah sewa yang sangat sederhana di Wisma Asri Bekasi Utara. Pelayanan yang dilakukan saat itu antara lain membuka Play Group, Tempat Penitipan Anak, kunjungan keluarga dan orang sakit. Dalam perkembangan selanjutnya, kongregasi membeli satu unit rumah sederhana di Perumahan Harapan Indah Bekasi Barat. Rumah ini direhab dan dibangun untuk memenuhi tempat tinggal para suster pada tahun 2003. Berkarya di wilayah Jakarta bukanlah hal yang mudah. Kendati banyak tantangan yang dihadapi namun para suster tetap bersemangat melayani umat. Pelayanan yang ditangani para suster sekarang antara lain Panti Asuhan/Vita Dulcedo, pastoral keluarga, pembinaan iman anak (BIAK), dan pendidikan. Banyak permintaan dari intansi lain namun sampai saat ini kongregasi belum memenuhinya karena keterbatasan tenaga. Para suster yang melayani di komunitas ini adalah Sr. Landelina Situmorang, Sr Intan Nainggolan, dan Sr Ernestine.

  1. Komunitas St. Yohanes Perboyre, Surabaya

Alasan awal pembukaan komunitas ini adalah untuk rumah transit para suster yang pergi dan pulang dari Timor Lorosae pada saat itu. Selain itu juga, ada keinginan yang kuat untuk belajar spiritualitas Vinsensius a Paulo dari para imam CM. Oleh karena itu, kongregasi mendapat restu dari Mgr. A.G.P.Datubara uskup Agung Medan dan Mgr. Johanes Hadiwikarta, Pr uskup Surabaya pada saat itu. Tanggal 11 September 1998 komunitas ini didirikan dengan nama pelindung St. Yohanes Gabriel Perboyre seorang misionaris dan martir CM di Cina yang pernah singgah di Surabaya sebelum melanjutkan perjalanannya ke Cina. Komunitas ini juga menjadi tempat tinggal para suster yang sedang studi, walaupun demikian mereka juga terlibat dalam pelayanan pastoral lingkungan dan paroki, dan kunjungan keluarga. Tidak jauh dari Surabaya tepatnya di Prigen, dua orang suster KYM memberikan pelayanan di rumah Retret “Griya Samadhi” milik Congregasi Misi/CM. Pelayanan ini juga sebagai bentuk kerjasama KYM dengan Keluarga Vinsensian Indonesia (Kevin). Para suster di komunitas ini juga bekerjasama dengan Kerabat KYM atau KKYM yang menjadi rekan dan donatur bagi pelayanan kongregasi KYM. Penghuni komunitas St. Yohanes Gabriel sekarang yakni; Sr. Robertha Sihotang, Sr Patricia Sakoikoi, Sr Igrid Saogo dan Sr Eliana Sianipar.

  1. Komunitas St. Agustinus, Atambua

Keadaan politik di Timor-Timur yang semakin memanas sebelum jajak pendapat tahun 1999, maka dipikirkan untuk membuka komunitas di atambua sebagai tempat penampungan para suster jika terjadi situasi yang buruk di Timor Lorosae. Dalam kondisi yang semakin tidak aman ini, Pemimpin Kongregasi meminta izin dan restu dari Uskup Agung Medan Mgr. A.G.P. Datubara, OFMCap dan Uskup Atambua Mgr. Antonius Pain Ratu, SVD untuk membuka komunitas KYM di Atambua. Kedua Uskup tersebut memberikan izin dan restu, dengan adanya restu ini maka komunitas Atambua resmi dibuka pada tanggal 29 Juni 1999. Pada awalnya para tinggal di rumah keluarga bapak Ose Luan yang dengan senang hati meminjamkan rumah mereka. Setelah jajak pendapat di Timor-Timur, semua suster pindah ke Atambua. Dalam perkembangan selanjutnya kongregasi membangun sebuah rumah permanen untuk para suster dan diresmikan oleh uskup Atambua Mgr. Antonius Pain Ratu pada tanggal 31 Desember 2002. Pelayanan para suster saat ini antara lain pendidikan, kesehatan, pastoral, dan pelayanan para jompo. Para suster di komunitas ini melayani di bidang pendidikan, kesehatan, pastoral dan penanganan CCF (Christian Children Fund) yang banyak membantu pendidikan, pengobatan dan perbaikan rumah serta sarana umum masyarakat. Para suster yang melanjutkan pelayanan di komunitas St. Agustinus saat ini adalah Sr. Imelda Harianja, Sr. Maryantina Sinaga, Sr. Theodosia Sitohang, Sr. Lambertin Bifel dan Sr Merry Santa Sakoikoi.

  1. Komunitas Novisiat, Pematangsiantar

Penerimaan novis pertama suster pribumi tanggal 4 Agustus 1955 di komunitas novisiat Pematangsiantar. Patut dicatat dari empat suster novis yang diterima pertama, tiga orang  diantaranya diterima berkaul kekal tahun 1963 yaitu Sr. Aquila Manurung, Sr. Flavia Napitu, Sr. Dafrosa Nainggolan. Sejak itu, setiap tahun selalu ada penerimaan novis yang baru. Komunitas Novisiat menjadi tempat pembinaan hidup rohani dan kepribadian semua suster KYM. Selama dua tahun masa novisiat menjadi kesempatan pemurnian motivasi untuk setiap novis. Mereka juga belajar menghayati nasehat-nasehat Injil, mengenal Konstitusi, Directorium dan Statuta Kongregasi KYM serta aturan-aturan lain yang mengikat, mendalami Kitab Suci, Pengetahuan Agama, Liturgi, pengolahan hidup, melatih hidup doa dan hidup bersama, mendalami spiritualitas St. Vinsensius a Paulo, matiraga dan praktek-praktek hidup sederhana. Refleksi dan bimbingan rohani untuk mengembangkan kepribadian yang holistik setiap novis juga sangat diperhatikan. Masa novisiat merupakan masa pembinaan dan masa yang paling indah dalam hidup membiara karena semuanya berjalan dengan teratur dan dalam keheningan doa.

Para suster yang tinggal di komunitas Novisiat saat ini yakni Sr. Rosalia Naibaho (magistra), Sr. Veronika Haloho (sosio), Sr Inez, Sr sofia, Sr Hilde, Sr Hedwina, Sr Myriam, Sr Maximiliana, Sr Sarah Sr Innocencia, Sr Calista, (novis II), Sr. Desideria, Sr Kezia, Sr Sabrina, Sr Vincentine, Sr Roseline, Sr Gracia, Sr Viona, Sr Veneranda, dan Sr Philomena.

  1. Komunitas Paulus Rasul, Merauke

Pada tahun 2006 tepatnya tanggal 21 Februari kongregasi mengembangkan misi pelayanannya ke tanah Papua khususnya Keuskupan Agung Merauke atas permintaan Mgr. Nicolaus Adi Seputra, MSC. Tujuan awal kehadiran para suster di komunitas ini adalah menangani pendidikan di sekolah-sekolah yang dikelola oleh Yayasan Keuskupan Agung Merauke. Para suster pioner pertama yang mengemban misi ini adalah Sr. Loiuse Marie Malau, Sr. Fransiska Sarmento, Sr. Agustina Simanjuntak, Sr. Flavia Kolo. Komunitas ini diresmikan oleh Mgr. Nicolaus Adi Seputra MSC pada tanggal 29 Juni 2007. Selain menangani pendidikan para suster juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan pastoral paroki seperti memimpin Ibadat Sabda di stasi setiap minggu dan hari-hari raya gereja seperti Natal dan Paska, mendampingi Asmika, Areka dan OMK. Kebutuhan pelayanan selanjutnya semakin berkembang maka untuk saat ini para suster di komunitas Paulus Rasul ada yang menangani keuangan (ekonom) Keuskupan, pendidikan SD dan SMP, dosen STKat St Yakobus dan ada juga yang sedang menyelesaikan studi. Para suster yang melanjutkan misi pelayanan di komunitas St. Paulus Rasul sekarang yakni Sr. Florensia Manaik, Sr. Katarina Siallagan, Sr. Ambrosia Nainggolan, dan Sr. Emerensiana Dacosta.

  1. Komunitas Petrus Rasul, Tanah Merah

Perhatian dan keprihatinan Keuskupan Agung Merauke di bidang pendidikan bukan hanya terbatas di pusat Keuskupan Agung Merauke tetapi menyeluruh sampai ke pedalaman termasuk Kabupaten Boven Digoel yang baru 2 tahun resmi menjadi Kabupaten pada waktu itu. Maka setelah komunitas Paulus Rasul Merauke diresmikan, Bapak Uskup Agung Merauke meminta lagi kesediaan suster KYM untuk menangani pendidikan SD dan pastoral paroki di Kabupaten Boven Digoel-Tanah Merah. Keprihatinan yang sama juga ternyata ada dalam diri para suster KYM, sehingga pada tanggal 07 Juli 2007 kongregasi mengutus Sr. Flavia Kolo untuk memulai pelayanan di kabupaten Boven Digoel-Tanah Merah. Situasi daerah yang cukup jauh dari Rumah Induk tidak menghilangkan semangat para suster untuk melayani di tempat ini, maka bulan Desember 2007 Sr. Ludovika Samosir diutus lagi ke komunitas ini untuk menambah tenaga pengajar di SMP St. Fransiskus Xaverius Satu Atap dengan SD Xaverius milik Yayasan Keuskupan Agung Merauke. Untuk beberapa tahun sebelum Kapitel Umum Maret 2009 komunitas ini masih terhitung komunitas experimen, namun setelah Kapitel Umum Maret 2009 resmi sebagai komunitas definitif, sehingga tanggal 29 Agustus 2011 Komunitas diresmikan oleh uskup Agung Merauke Mgr. Nicolaus Adi Seputra, MSC dengan nama pelindung St Petrus Rasul. Para suster yang menghuni komunitas St. Petrus Rasul, Tanah Merah saat ini yakni Sr. Vianny Sihotang, Sr. Yudith Nadeak dan Sr. Yoseline Maia. Karya pelayanan yang ditangani para suster adalah pendidikan SD dan SMP, pelayanan pastoral paroki seperti Asmika, Areka, OMK, memimpin Ibadat Sabda di lingkungan dan Stasi serta administrasi paroki Hati Kudus Tanah merah.

  1. Komunitas Sta. Anna, Kurik

Komunitas Sta. Anna didirikan karena kebutuhan kesehatan dan pendidikan umat yang berada di lokasi transmigrasi yang terletak tidak terlalu jauh dari kota Merauke. Pada tahun 2007 Bapak Uskup Agung Merauke meminta lagi kepada kongregasi KYM untuk menangani pelayanan di bidang kesehatan dan pastoral paroki di tempat ini. Cinta dan perhatian kongregasi bersama gereja universal ini mendorong konggregasi untuk menerima tawaran pelayanan ini dengan sukacita, maka  pada bulan Januari 2008 kongregasi mengutus Sr. Florida Iba untuk memulai pelayanan di tempat ini. Bidang pelayanan yang diharapkan dari KYM ternyata semakin berkembang selain di bidang kesehatan juga di bidang pendidikan dan pastoral. Peresmian komunitas Sta. Anna Kurik dan Balai Pengobatan serta Rumah Bersalin oleh Uskup Agung Merauke tanggal 21 Januari 2010. Pelayanan yang ditangani para suster sekarang ini antara lain; kesehatan yang meliputi Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin, pendidikan(TK), pastoral seperti OMK, Areka, Asmika, kunjungan ke stasi dan lingkungan, dan rumah tangga. Para suster yang menangani pelayanan sekarang di komunitas Sta. Ana Kurik adalah Sr. Cresensia Sitorus , Sr Benedicta Baros, Sr Brigita Simarmata dan Sr. Ivana Siadari.

  1. Komunitas Ratu Rosari, Bagan Batu

Permulaan misi ke Bagan Batu berawal dari tawaran bapak Uskup Padang Mgr. M.D. Situmorang OFMCap untuk hadir dan melayani di bidang kesehatan. Setelah melalui proses panjang pembangunan Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas) dan komunitas KYM pun akhirnya selesai dengan baik. Maka pada tanggal 30 Juni 2008 komunitas ini diresmikan oleh pastor paroki setempat dalam perayaan ekaristi. Kehadiran KYM disambut baik oleh masyarakat setempat, hal ini ditandai dengan acara ramah tamah yang diadakan oleh paroki dan umat setempat pada tanggal 01 Juli 2008 sebagai bentuk kegembiraan dan penyambutan mereka kepada para suster. Suster pertama yang mendapat perutusan di komunitas ini adalah Sr. Dominika Gultom dan Sr. Faustina Moin. Dalam perjalanan selanjutnya pelayanan tidak hanya terbatas pada kesehatan tetapi para suster juga terlibat dalam pelayanan pastoral paroki seperti pendampingan OMK, Areka, Asmika dan administarasi paroki. Para suster yang melayani di komunitas ini sekarang yakni Sr. Antonettha Purba, Sr Agata Sinaga, Sr Evarista Turnip.

  1. Komunitas St. Louis de Marillac Papringan Yogyakarta

Komunitas St. Louis de Marillac didirikan pada tanggal 27 September 2004. Komunitas ini ber-alamat di Jl. Merak No. 10 Papringan, Condong Catur, Sleman, Yogyakarta. Anggota komunitas dari tahun ke tahun selalu berganti. Jumlah anggota tidak selalu sama sebab ada yang sudah selesai studi dan ada yang baru memulai studinya. Sejak tahun 2015 jumlah anggota komunitas ada enam orang, satu pimpinan komunitas dan lima suster studi. Mereka studi di Universitas yang berbeda yakni, Universitas Sanata Dharma, Universitas Taman Siswa dan Instiper (Institut Pertanian), dengan bidang atau jurusan yang berbeda pula. Pendirian komunitas berawal dari keberadaan para suster KYM yang sedang menjalani perutusan studi namun tinggal di berbagai tempat atau komunitas kongregasi yang berbeda spiritualitas. Di samping itu, Kongregasi melihat dan mengalami bahwa Yogyakarta yang dikenal sebagai kota studi, merupakan tempat yang cocok pula bagi para suster untuk melaksanakan tugas studi pada tahun-tahun berikutnya. Karena itulah Kongregasi melihat bahwa sudah pantas dan layak mendirikan komunitas di Yogyakarta. Nama pelindung komunitas ini adalah St. Louis de Marillac, Ia sangat dekat dan perhatian kepada orang-orang sakit. Doa dan karya amal adalah pilihan tindakannya dalam mencintai Tuhan. Sta. Louis de Marillac menjadi sumber inspirasi dan semangat bagi para suster untuk selalu bertekun dalam doa, bersolider pada mereka yang kurang beruntung dan terabaikan, terutama bagi teman-teman di kampus tempat para suster menuntut ilmu. Komunitas ini disebut komunitas studi sebab komunitas tidak mempunyai karya pelayanan yang terorganisir sebagai karya karitatif. Aktivitas sehari-hari para suster pada umumnya adalah kuliah. Tugas-tugas utama tersebut mendorong mereka untuk lebih aktif dan kreatif dalam mencari cara untuk semakin berkembang melalui diskusi, mengikuti seminar, men-searching buku, membaca dan menulis. Kendati demikian, para suster juga terlibat dalam kegiatan organisasi seperti Kevin (Keluarga Vinsensian), Ikrar (Ikatan Biarawan-Biarawati Yogyakarta), FBB (Forum Biarawan-biarawati), serta kegiatan RT/R wilayah. Dan tak kalah penting pula, para suster terlibat kegiatan menggereja di lingkungan maupun paroki. Peran yang pernah dilaksanakan para suster KYM adalah seperti memimpin pendalaman APP, pendalaman Kitab Suci pada bulan Kitab Suci Nasional, doa rosario, mengunjungi umat yang sakit, melayat, anggota koor dan menjadi ketua forum biarawan-biarawati paroki. Pada tahun 2015 saat periodisasi kepengurusan  lingkungan Maria Karmel, dua suster KYM anggota komunitas St Marillac turut berperan sebagai seksi pewartaan dan seksi lingkungan hidup. Begitulah para suster menghidupi panggilannya sebagai suster yang sedang menjalani tugas studi.  Sebagaimana komunitas pada umumnya, di komunitas ini juga tetap dibina kebersamaan, persaudaraan, doa dan aktivitas harian. Di sini para suster menimba inspirasi, kekuatan, semangat dan sukacita dalam Tuhan. Persaudaraan, doa bersama, rekoleksi dan kebersamaan-kebersamaan lainnya menjadi sarana bagi para suster agar tetap mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai religius student sesuai dengan spiritualitas St. Vinsensius a Paulo.

Para suster yang telah menjalani dan menyelesaikan studinya, diharapkan semakin bijaksana, cinta damai, rendah hati dan menjadi semakin siap sedia bagi perutusan Tuhan melalui perutusan kongregasi KYM. Sebagaimana Santo Vinsensius mengalami sendiri, bahwa justru dalam kemampuan inteleknya yang tinggi, menghantar ia pada sikap kerendahan hati, kesederhanaan, kelemah-lembutan, mati raga, dan percaya akan penyelenggaran Ilahi, demikian hendaknya para suster yang pernah mengenyam pendidikan dan hidup dalam komunitas studi ini. Para suster yang tinggal komunitas Sta. Loiuse de Marilac saat ini yakni Sr. Hilaria Sinaga, Sr Mauricia Sihotang, Sr Xaveria purba, Sr Gemma Manullang.

  1. Komunitas Sta. Beatrix, Juanda, Surabaya

 

Komunitas Sta. Beatrix terletak tidak jauh dari Bandar Udara Juanda-Surabaya. Kehadiran komunitas ini berawal dari keputusan Kapitel Tengah Periode yang diselenggarakan tanggal 14-17 Maret 2011 yakni menyikapi dan menerima undangan lisan dari Paroki St. Paulus-Juanda Keuskupan Surabaya untuk melayani di bidang pastoral paroki dan administrasi paroki. Setelah mengadakan proses dengan berbagai pihak bapak Uskup Surabaya juga memberi restu dan izin kepada kongregasi untuk berkarya di paroki tersebut. Pemberkatan komunitas ini dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 2012 dalam perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh pastor Paroki Rm. Sony Keraf SVD. Penghuni pertama komunitas ini adalah Sr. Florida Iba, Sr. Ignasia Sitohang, Sr. Alexia Simbolon. Pelayanan yang ditangani oleh para suster sampai saat ini antara lain pastoral paroki antara lain administrasi paroki, pendampingan Areka dan OMK, Panti Asuhan Vita Dulcedo khusus untuk putri. Mereka yang melanjutkan pelayanan saat ini yakni Sr. Goretti Tatomau, Sr Angelina Sinaga, Sr Hemeline Manurung, Sr Selestina Sinaga, Sr Mediatriks Sihotang.

  1. Komunitas St. Yohanes Paulus II, Puruk Cahu-Palangka Raya

 

Kongregasi KYM selalu terbuka untuk menanggapi kebutuhan Gereja Universal di mana pun dibutuhkan, hal ini tampak dari keterbukaan kongregasi untuk menjawab permintaan Bapak Uskup Palangkaraya Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka MSF untuk mengembangkan “sayap” ke Bumi Borneo-Kalimantan Tengah tepatnya Puruk Cahu-Palangka Raya. Kehadiran KYM di Palangka Raya berawal dari undangan Bapak Uskup Palangka Raya melalui surat edaran yang dikirimkan ke kongregasi tanggal 10 Februari 2012 perihal kebutuhan tenaga pastoral untuk berbagai macam bidang: PAUD, TK, SD, SMP, SMK dibawah naungan Yayasan Filia Gratia yang berlokasi di Cristian Center Puruk Cahu-Kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah.

Pada tanggal 28 Februari 2012 Dewan Pimpinan Umum mengadakan survey ke Palangka Raya dan bertemu langsung dengan Bapak Uskup untuk membicarakan hal di atas. Dalam kunjungan itu Bapak Uskup mengharapkan kehadiran KYM di Puruk Cahu untuk pastoral pendidikan. Pada kesempatan Kapitel Umum KYM Maret 2013 hal ini menjadi salah satu agenda Kapitel. Kapitularis cukup antusias akan kebutuhan tersebut setelah Bapak Uskup Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka MSF memaparkan medan pastoral Palangka Raya  yang sengaja diundang saat Pra-kapitel. Maka pada tanggal 15 Januari 2014 Kongregasi mengutus dua suster untuk memulai pastoral pendidikan di sana yakni Sr. Elisabeth Sinaga dan Sr. Apolonia Loni. Untuk memperkuat tenaga pelayanan ini, awal Juli 2014 Kongregasi mengutus lagi tiga suster ke Palangka Raya yakni Sr. Irene Parhusip, Sr. Konstansia Turnip dan Sr. Ingrid Saogo. Kehadiran para suster disambut baik oleh pihak Keuskupan dan umat Palangka Raya. Tepat tanggal 16 Agustus 2014 komunitas ini diberkati dan diberi nama pelindung St. Yohanes Paulus II. Sampai sekarang para suster menangani pelayanan di bidang pendidikan TK,SD, SMP, SMK dan asrama putra-putri serta pastoral paroki. Para suster yang berkarya di komunitas St. Yohanes Paulus II adalah kelima suster yang diutus sejak awal untuk memulai pelayanan di Palangka Raya. Anggota komunitas saat ini adalah: Sr Irene Parhusip, Sr Anni Marie Nadeak, Sr Miranda Pardede, Sr Konstansia Turnip dan Sr Adelberta Teme.

  1. Komunitas Ratu Pecinta Damai, Cikanyere, Jawa Barat

Mengembangkan karya pelayanan KYM di wilayah Jawa menjadi mimpi Kongregasi KYM, karena beberapa komunitas yang sudah ada di wilayah ini lebih pada menjadi tempat studi lanjut para suster. Tuhan mendengarkan mimpi itu melalui orang-orang baik yang peduli akan perkembangan Gereja. Maka pada tanggal 12 Juli 2011, kongregasi mengutus dua orang suster yakni Sr. Grace Widowati dan Sr. Flora Purba untuk memulai misi di Cikanyere-Jawa Barat. Mereka tiba di tempat ini tanggal 13 Juli 2011 setelah sejenak istirahat di Jakarta. Tugas utama kedua suster ini adalah pelayanan pastoral di tengah umat muslim. Suasana tempat yang sejuk dan tenang menarik minat masyarakat untuk datang mencari ketenangan batin di tempat ini. Sampai saat ini komunitas ini masih menjadi komunitas eksperimen dengan dua orang suster yakni Sr. Grace Widowati dan Sr. Mauricia Sihotang. Kedua suster ini menangani pelayanan pastoral paroki seperti Rekoleksi, Retret, OMK, Areka, Asmika, kunjungan lingkungan. Selain itu juga mereka mengelola kebun dengan berbagai macam tananman seperti tanaman-tanaman hias, sayur-sayuran dan buah-buahan. Anggota komunitas saat ini adalah Sr Grace Widowati, Sr Lydia Rumapea, dan Sr Apriani Saurey.

  1. Komunitas St. Stefanus Martir, Pamatangraya

Berdasarkan rapat konsultasi bersama antara Pastor Paroki, Komdik KAM, Vikep dan Tarekat-tarekat yang terkait dalam Kuasi Paroki baru pada tanggal 08 September 2011 di Kuria KAM, untuk merancang secara terencana Pastoral Pendidikan, disimpulkan beberapa hal yang menjadi keputusan bersama agar semakin nyata sinergi tenaga-tenaga pendidikan Katolik di KAM, maka diputuskan tenaga kependidikan di Paroki Kuasi Pamatangraya ditangani oleh kongregasi KYM. Anjuran ini diterima baik oleh Kongregasi dan setelah diproses pada akhirnya tanggal 10 Februari 2012 kongregasi menanggapi surat Bapak Uskup secara resmi dan menyetujui untuk pembangunan sekolah yang dimulai dari TK dan lanjutannya secara bertahap.

Setelah beberapa kali mengadakan survey maka bangunan sekolah dan komunitas mulai dibangun, sampai sekarang proses pembangunan sedang berjalan. Meskipun bangunan belum rampung namun pada tahun ajaran 2013/2014 sekolah TK sudah mulai beroperasi dan tahun ajaran 2014/2015 SD juga sudah mulai beroperasi. Sarana-prasarana masih tetap dibenahi dan tampaknya minat belajar masyarakat cukup tinggi sehingga jumlah murid semakin bertambah dari tahun ke tahun. Para suster yang mendapat perutusan pertama ke komunitas ini adalah Sr. Theresiana Luan dan Sr. Ursula Sinaga. Selain pelayanan di bidang pendidikan, para suster juga terlibat dalam pelayanan pastoral paroki seperti kunjungan ke lingkungan dan stasi, OMK dan Areka. Para suster yang menghuni komunitas sekarang yakni Sr Elfrida Sihombing, Sr Silvia Sembiring, Sr. Adrianai Saragih, dan Sr Priska Duka.

  1. Komunitas Sae Prema, Medan

Komunitas ini bukanlah milik kongregasi KYM. Nama “Sae Prema” adalah nama Yayasan Sosial yang diresmikan tanggal 16 September Kongregasi KYM mendapat undangan khusus dari pengurus Yayasan ini untuk terlibat membagi kasih kepada anak-anak yatim piatu. Pelayanan ini sederhana dan mulia serta memiliki keunikan tersendiri yang multi etnis dan multiagama. Melihat misi pelayanan Yayasan ini maka Kongregasi dengan senang hati menerima undangan Yayasan ini untuk bekerjasama dengan mereka menangani anak-anak yatim piatu khususnya anak-anak laki-laki karena hal ini sesuai dengan spiritualitas kongregasi juga. Suster pertama yang menerima perutusan ini adalah Sr. Imelda Harianja. Semakin hari pelayanan kasih ini semakin berkembang dan kerjasama KYM dengan Yayasan ini tetap baik, maka ada penambahan tenaga suster dan beberapa suster yang studi lanjut. Penghuni komunitas Sae Prema  saat ini yakni Sr. Antonia Sihotang, dan Sr Febiana Sihura.

  1. Anastasius, Manggala Jonson

Komunitas St Anastasia Manggala Junction berdiri sejak 10 Juni 2015 di provinsi Riau. Nama rumah ini diambil dari Sr Anastasia Sitohang (alhm) yang merintis karya suster KYM di tempat ini yakni Kebun Sawit. Komunitas ini bergabung dengan unit pelayanan suster KYM di Bagan Siapi-api yang melayani di bidang kesehatan yakni Poliklinik. Mereka dalam saat rekoleksi berkumpul bersama sebagai komunitas. Sementara para suster yang tinggal di komunitas St Anastasia terlibat dalam kegiatan pastoral di stasi seperti mengajar ASMIKA, Seksi Katekese/guru agama Katolik, dan kostress di Gereja. Tugas utama di komunitas ialah bertanggung jawab atas kebun Kelapa Sawit Kongregasi. Anggota Komunitas saat ini adalah: Sr Sypriana Situmorang, Sr Albertine Sensia, Sr Lusia de Almaida, Sr Anselma Siburian dan Sr Blandina Bali.

  1. St Yustinus, Kupang

Komunitas ini berdiri sejak tanggal 06 Agustus 2007. Komunitas ini diperuntukkan untuk komunitas studi dan transit. Seiring berjalannya waktu komunitas ini menjawab kebutuhan masyarakat setempat dengan membuka pelayanan dalam bidang kesehatan yakni BKIA. Selain itu komunitas terlibat aktif untuk membantu memimpin doa di lingkungan, KUB (Kelompok Umat Basis), membagi komuni untuk orang jompo dan orang sakit, membina anak SEKAMi an Legio Maria. Para suster yang tinggal di komunitas ini saat ini adalah: Sr Editha Nainggolan, Sr Magdalena Sirait, dan Sr Rita Sitanggang.

 

 

30. Kom. Betlehem Medan

31. Kom. St Agnes Palangkaraya

32. Biara St Felicia Kedoya-Jakarta Barat

33. Kom St Lucy Filipini Medan

34. Kom. Rumah Retret Samadi St Vinsensius (RRSV) Pematangsiantar