Pendampingan Pemulung Tanjung Pinggir, Pematangsiantar

 

Karya sosial kongregasi yang baru dibuka dalam tahun 2012 adalah Pendampingan terhadap orang-orang yang terpinggirkan. Pelayanan ini berawal dari keprihatinan para suster KYM komunitas Mieke de Bref terhadap para Pemulung (par botot) di Tanjung Pinggir kota Pematangsiantar. Mereka  mencari nafkah dengan mengais sampah setiap harinya di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) kota Pematangsiantar. TPA menjadi sumber penghidupan bagi mereka yang memampukan mereka bertahan hidup di tengah-tengah kerasnya kehidupan saat ini. Menjadi pemulung bukanlah cita-cita mereka tetapi situasi menuntut mereka untuk dapat bertahan hidup dan jadilah  mereka  sebagai pemulung yang tidak memerlukan modal dan tidak mengenal untung rugi yang membuat mereka dapat menikmati hidup walau hidup serba kekurangan namun mereka dapat bersyukur dalam hidupnya dengan segala keterbatasannya.

Lewat refleksi para suster komunitas Mieke de Bref dan atas usulan dalam pertemuan Pimpinan komunitas KYM, Formator, Ekonom, Sekretaris, dengan Dewan Pimpinan Umum KYM yang berlangsung pada tanggal 15-17 2012 yang memberikan respon yang positif  maka karya ini dilakukan dan ditanggungjawabi oleh anggota komunitas Mieke de Bref. Kegiatan ini pertama kali ditanggungjawabi oleh Sr. Clarensia Sinaga KYM dibantu oleh para suster komunitas Mieke secara bergantian. Kunjungan ini awalnya dilaksanakan dua kali dalam satu bulan yakni setiap hari minggu kedua dan keempat pukul 15.00.

Kegiatan pertama yang dilakukan adalah pendekatan terhadap para pemulung dengan cara wawan hati. Pada awalnya kehadiran para suster tidak disambut baik para warga. Mereka menganggap bahwa kehadiran para suster hanya sekedar basa-basi yang tidak berpengaruh kepada kehidupan mereka seperti yang mereka alami selama ini dari kunjungan orang-orang atau lembaga-lembaga tertentu  pada saat tertentu pula, maka mereka tidak antusias akan kehadiran suster yang memang juga tidak mereka ketahui apa dan bagaimana kehidupan para suster itu. Dengan perlahan-lahan para suster mencoba mendekati mereka dengan menyapa, turut serta mengumpulkan dan mencari barang-barang bekas dari tumpukan sampah. Melihat suster yang sungguh mau menggabungkan diri dan bahkan bekerja bersama dengan mereka di tempat yang begitu kumuh mereka pun bertanya penuh rasa ingin tahu.

Para suster mencoba menjelaskan  bahwa kehadiran suster ke tengah-tengah mereka mau berbagi suka-duka kehidupan bersama dengan orang-orang seperti mereka yang terpinggirkan dan mencoba menjadi sahabat dalam perjalanan hidup mereka selanjutnya. Penjelasan itu tidak diterima dengan mudah karena menurut pengakuan mereka  ada banyak pihak-pihak yang telah menguber janji-janji bagi mereka bahwa kehidupan mereka akan lebih baik…lebih ini dan lebih itu…tetapi sampai saat ini tak kunjung tiba setelah kepentingan pihak-pihak tersebut terpenuhi. Ternyata yang mereka maksud adalah para “caleg” anggota DPR bila masa kampanye pemilu tiba. Dari hari ke hari perkenalan dengan mereka secara pribadi-pribadi telah dilakukan. Setelah ada perkenalan yang lebih dalam, merekapun mulai akrab dengan para suster dan kehadirannyapun sudah dinantikan minimal sekali dalam seminggu untuk hanya sekedar berbincang-bincang dengan itu  mereka merasa didengarkan, dihargai diakui dan diperhitungkan. Dari hasil kunjungan setiap minggu muncul ide untuk membentuk kelompok simpan pinjan yang kita namai CU Benih Kasih. Kegiatan ini berjalan dua tahun. Kegiatan yang lain adalah perayaan bersama seperti Natal atau tahun baru, Pesta St Vinsensius, mengundang pemulung waktu pesta kaul kekal.

Selama tahun 2018, kedaan C.U dapat di katakan berjalan ditempat, tidak ada kemajuan ataupun antusiasme dari para anggota. Banyak dari anggota yang ingin berhenti menjadi anggota C.U dan mereka mengatakan supaya C.U ditutup saja. Alasanya ialah karena harga botot sudah tidak ada lagi, semakin banyak juga para penceker “saingan” yang datang ke TPA untuk mencari makanan ternak (babi), semakin sering terjadi penggusuran sehingga tempat berteduh untuk memilah-milah barang cekeran tidak ada lagi , dan barang mereka tidak boleh lagi bermalam di TPA. Hal ini menjadi persoalan baru bagi mereka, harga botot sekarang sangat jauh berbeda dengan tiga tahun lalu-saat ini mereka juga sudah enggan mengutip botol-botol minuman, karena harganya tidak ada. Kendati demikian para suster tetap mencoba untuk pergi ke TPA dan bersahabat dengan mereka.

Hal hal yang menggembirakan dan Tantangan melalui kunjungan ke Tanjung Pinggir:

  • Pendamping makin menyadari nilai sebuah perjuangan terutama dalam kesulitan ekonomi dan semakin diajak untuk selalu bersyukur dan rendah hati.
  • Semakin dekat dengan orang kecil
  • Tumbuh kerjasama diantara sesama melalui CU
  • Ada kesempatan mengundang orang lain untuk rela berbagi.

Usaha yang akan dilakukan selanjutya:

  • Memaksimalkan CU yang sudah dimulai dan  bekerja sama dengan CU yang ada di Pematangsiantar
  • Masih sedang memikirkan bentuk pelayanan yang tepat sesuai dengan situasi pemulung saat ini.

 

Foto-Foto Natal Bersama Warga Pemulung Tanjung Pinggir