Pendiri Kongregasi

Pastor Antonius van Erp berasal dari lingkungan keluarga yang religius, cukup berada dan sosial. Lahir tanggal 10 Maret 1797 di Oss. Pada tahun 1815 dia masuk seminari untuk memperoleh pendidikan sebagai Imam. Lima tahun kemudian (1820) dia ditahbiskan menjadi seorang Imam projo.

Tugasnya yang pertama ialah menjadi pastor pembantu di Breugel. Kemudian tahun 1826, beliau mendapat tugas baru di Boxtel. Di tempat ini dia bertugas selama 6 tahun. Tahun 1831, mendapat penugasan baru lagi yakni di paroki St. Servatius, Schijndel untuk menggantikan pastor paroki St. Servatius yang telah lanjut usia. Nama pastor itu ialah P. Vicaris van Alpen. Untuk menghormati jasa Pastor Vicaris van Alpen ini,  nama salah satu jalan yang sangat dekat dengan gereja itu diberi nama seperti nama beliau: Vicaris van Alpen.

Di paroki yang ada di Schijndel inilah P. Van Erp membaktikan dirinya dengan memberikan yang terbaik dari dirinya untuk umat yang dia gembalakan; dengan tugas sebagai pastor kepala paroki.

Pada saat beliau bertugas di Schijndel salah satu issue yang sangat hangat dibicarakan di kalangan pemerintahan, tokoh-tokoh terkemuka, dan masyarakat biasa adalah kerinduan dan rencana-rencana konkrit untuk membangun Negara yang maju dan makmur untuk semua masyarakat. Masyarakat Belanda pada saat itu sedang berada dalam anthusiasme untuk membangun negaranya. Maka dengan cara mereka sendiri, setiap lapisan masyarakat terlibat.

Sebelum periode ini orang-orang Katolik tidak memperlihatkan keinginan untuk turut serta dalam issu-issu sosial-politik yang terjadi di Negara mereka. Tapi pada saat dimana anggota masyarakat giat membangun, mereka juga memperlihatkan komitmen untuk terlibat. Kaum hirarki dan tokoh-tokoh Katolik berniat memajukan kaum katolik yang mereka gembalakan.

Para pemimpin, baik dari kalangan pemerintah maupun non-pemerintah bertanya diri: bagaimana cara membangun masyarakat yang maju? Sarana apa yang dapat menghantar mereka pada cita-cita itu? Diskusi panjang berlangusung dalam banyak kalangan. Akhirnya mereka menemukan jalan yang mereka yakini bersama yakni memberi pendidikan, teristimewa untuk orang miskin sebab memberi donasi tanpa disertai pendidikan akan tetap membuat orang-orang miskin menjadi pengemis. Motto yang terkenal pada waktu itu ialah “no charity without education” artinya tidak ada kasih tanpa pendidikan. Inilah konteks hidup P. Van Erp.

Dalam konteks ini, sama seperti tokoh-tokoh yang peduli akan kwalitas hidup yang lebih baik, P. Van Erp memulai langkah pertamanya dengan merencanakan memulai sekolah sederhana untuk gadis-gadis. Sosok Mieke de Bref, seorang gadis dewasa, yang dulu umatnya di Boxtel, menjadi patner untuk merealisasikan kepedualiannya akan hidup yang lebih baik bagi umatnya.

Seperti beliau ungkapkan dalam suratnya, yang kini tersimpan dalam konstitusi yang ada pada kita masing-masing, periode permulaan pembentukan kongregasi ini berat. Fasilatas yang tersedia dan biaya hidup seadanya saja. Menurut cerita yang saya dengar di rumah Induk di Schijndel, alasan Mieke de Bref dan para suster lain membuat rajutan bukan hanya untuk menyediakan kaus kaki untuk musim dingin bagi orang yang memerlukannya, tapi juga untuk memperoleh uang untuk biaya hidup mereka. Caranya, mereka menitipkan hasil rajutan pada pedagang-pedagang di desa Schijndel itu, bila sudah terjual mereka datang untuk mengambil hasil penjualan. Cerdas!

Selain fasilitas hidup yang masih sederhana ini, mereka juga masih berada dalam tahap mencari dan membangun pola hidup bersama sebagai religious yang cocok untuk mereka. Pasti proses pembentukan ini terjadi tahap demi tahap yang disertai dengan kebahagiaan dan kesedihan, kesuksesan dan kegagalan. Dalam hal inilah P. Van Erp hadir sebagai figur penunjuk jalan, pendidik, pendorong, penjamin, pendoa bagi para susternya. Figur seperti inilah yang memang dibutuhkan para pendahulu itu.

Sebagai pendiri dia mengikuti sepenuh hati tahap-tahap perkembangan para susternya. Dia tahu bahwa para gadis-gadis sederhana itu membutuhkan tuntunan, pelajaran untuk menjadi  seorang Suster. Untuk itu setelah mejalani proses yang panjang beliau memberikan sebuah aturan hidup yang telah direstui oleh  Bapa Uskup Henricus. Aturan hidup ini dimaksudkan  sebagai sarana penuntun untuk menjadi seorang Suster. Dia juga tahu bahwa kelompok para suster itu harus tumbuh menjadi kelurga resmi yang otonom, karena itu baik di Negara maupun Gereja mereka harus terdaftar secara resmi. Dia jua selalu ingat akan motivasi asli dan tujuan hidup para suster ini. Karena itu, dia mengingatkan para susternya agar mereka sadar bahwa apapun yang mereka perbuat adalah pelayanan demi kebaikan orang-orang yang dilayani dan  dipersembahkan demi kemuliaan Tuhan.

 

Dia tahu dengan baik kesulitan yang dialami oleh para susternya, baik dalam pelayanan maupun dalam hidup berkomunitas. Karena itu beliau mengingatkan mereka. Lihatlah apa yang beliau tuliskan kepada para suster ketika itu:

Secara umum saya menasehati anda sekalian agar mempertahankan semangat hidup membiara, sehingga para suster selalu berbahagia, menghindari yang jahat dan melaksanakan banyak hal yang baik. … Bilamana semangat yang baik itu meraja di kalangan anda sebagaimana mestinya, jadi kurang perlu anda menaruh perhatian pada hal-hal yang khusus. Namun bila semangat itu tiada, maka saya minta kepada anda untuk memperhatikan cintakasih; cintakasih yang kiranya merupakan ciri khas seorang suster, yang karenanya disebut Suster Cintakasih. Cintakasih itu harus ada pada setiap dan semua suster, sehingga cahayanya bersinar di dalam setiap pekerjaan anda, di dalam segala tingkah laku anda. Anda tahu bahwa cintakasih itu harus menuntun, memadukan dan mempersatukan anda sepanjang hari. Anda memang tahu bahwa tidak ada cintakasih dan kesatuan jika anda sekalian tidak mampu saling menerima, jika ada kecenderungan untuk saling menyakiti, dan secara dangkal mencelakakan pekerjaan-pekerjaan orang lain….

 Itulah Figur P. Antonius van Erp yang kita rayakan hari ini 18 Mei 2010 untuk pertama kalinya. Seorang tokoh yang peduli akan kebutuhan orang lain, baik umat parokinya maupun kongregasi yang dia dirikan. Atas inisiatif beliau, ribuan kaum wanita (di Belanda, Zambia (Afrika) dan Indonesia) yang menggabungkan diri dalam kongregasi yang dia dirikan bersama Mieke de Bref telah dan sedang membaktikan diri mereka kepada Tuhan.

Pastor Antonius van Erp meninggal dunia pada saat dia mengunjungi salah satu keluarga, umat parokinya. Kemungkinan sudah sakit sebelumnya, tapi tidak menduga bahwa Tuhan memanggilnya pada saat itu. Dia tiba-tiba sakit dan tidak dapat ditolong lagi. Rumah keluarga ini, sangat dekat dengan rumah Induk Schijndel.

Pastor Pendiri Kongregasi KYM ini kembali kepada Allah Bapa di Surga tgl. 18 Mei 1861.