Sejarah

SEJARAH DESA

Pada abad XIX desa  sudah dihiasi dengan bangunan-bangunan menara, antara lain gedung gereja dan sekolah. Keadaan umum masyarakat adalah miskin, hanya beberapa keluarga yang memiliki perusahaan besar. Pada waktu itu sudah banyak muncul kongregasi aktif baik biarawan maupun biarawati. Kendati demikian pelayanan terhadap pendidikan dan orang miskin masih sangat kurang. Penderitaan dan penyakit begitu banyak dan tampak jelas dialami masyarakat sehingga sulit bagi orang yang mempunyai cita-cita dan merasa terpanggil untuk menanggapi situasi dan kebutuhan Gereja setempat. Usaha untuk memperbaiki keadaan masyarakat khususnya umat mendapat dukungan dari uskup dan para pastor setempat. Salah satu gerakan yang terpanggil itu adalah Kongregasi Suster Cinta Kasih dari Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik yang didirikan oleh Pastor Antonius van Erp.

Santo Vincentius adalah salah seorang dari antara pengikut Kristus yang sudah teruji iman dan pengabdiannya kepada Kristus. Santo yang diangkat menjadi pelindung karya kristiani ini lahir dari keluarga sederhana. Namun, keluarga sederhana inilah yang menumbuhkan keutamaan kristiani dalam dirinya untuk mengabdi Kristus dalam diri orang miskin. Ia sangat mengerti bagaimana keadaan orang miskin. Oleh karena itu, Santo Vincentius menjalin relasi yang sangat intim dan personal dengan orang miskin yang bertemu dengannya.

Motivasi awal panggilan Vincentius menjadi seorang imam sangat manusiawi. Vincentius bercita-cita menjadi imam bukan petama-tama karena terpesona terhadap Kristus, tetapi untuk mengubah situasi keluarga. Memang pada zaman Vincentius, sangat lazim terjadi bahwa salah satu jalan untuk mengubah kehidupan ekonomi keluarga menjadi lebih baik ialah menjadi seorang imam. Hal ini masuk akal, sebab situasi gereja pada zaman Vincentius sangat kaya dan mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan para bangsawan. Letak keutamaan Vincentius ada dalam mengubah motivasi ini. Vincentius mampu mentransformir dirinya dan motivasinya dari “gila” akan kekayaan kepada pecinta kemiskinan. Vincentius adalah seorang imam orang-orang miskin.

Kisah berikut adalah salah satu bukti kecintaan vincentius terhadap orang miskin. Suatu ketika, menjelang perayaan ekaristi, seorang umat datang untuk memberitahukan keapada Vincentius perihal satu keluarga yang sangat memprihatinkan. Umat itu mengatakan bahwa seluruh anggota keluarga tersebut sakit. Keluarga itu tidak dapat mengharapkan pertolongan dari siapapun. Seperti Yesus, vincentius tergerakoleh belas kasihan ingin membantu keluarga miskin yang sedang sakit itu. Namun Vincentius tidak dapat membantu karena ia sendiri tidak mempunyai uang atau harta untuk disumbangkan. Usaha yang ditempuh Vincentius adalah membawakan keluarga miskin ini dengan seluruh situasinya dalam salah satu perayaan ekaristi yang dipimpinnya. Vincentius menceritakan keadaan orang miskin ini dalam khotbah, dan memohon agar umat mendoakan mereka. Setelah perayaan, banyak umat mengunjungi keluarga miskin tersebut dan menyediakan segala sesuatu yang mereka perlukan. Banyak umat menjadi sukarelawan untuk mengeluarkan keluarga miskin ini dari kesusahannya. Sesuatu yang sangat menakjubkan terjadi bahwa menolong tidak lagiterbatas pada keluarga ini dalam satu periode tertentu,tetapi sudah menjadi sifat dan dan keutamaan umat. Umat seolah-olah berlomba-lomba untuk menolong orang yang berada dalam kesulitan dan penderitaan. Segala bentuk bantuan terhadap orang miskin banyak terkumpul. Akhirnya agar penyaluran bantuan berjalan dengan baik dan sesuai dengan maksud originilnya, mendorong Vincentius mendirika “perkumpulan karitas” yang menjadi cikal bakal Serikat Putir Kasih. Pada perjalanan selanjutnya, pelayanan Serikat Putir Kasih berkembang mencakup pelayanan orang-orang miskin, pelayanan ank-anak terlantar, buruh yang miskin, mengajar purti-putri dari desa-desa dan pelayanan terhadap orang-orang jompo. Situasi ini merupakan suatu mukzijat besar yang sebelumnya tidak terlintas dalam pikiran Vincentius.

Cara hidup Vincentiussedemikia mengilhami Pastor Antonius van Erp untuk mendirikan Kongregasi zuster Van Liefde van Jesus en Maria Modeder van Goeden Bijstan di Schinjdel, Negeri Belanda. Berbeda dengan Vincentius, Pastor Antonius van Erp lahir di Oss pada tanggal 10 Maret 1797 dari keluarga yang cukup terkemuka (bangsawan). Setelah menjadi Pastor, Pastor Antonius pernah menjadi Pastor pembantu di Breugel dan Boxtel. Kemudian pada tanggal 25 April 1831 ia pindah ke Schinjdeluntuk menggantikan vicaris van alphen. Dari segi pemikiran,Pastor Antonius menganut aliran pemikiran yang berhaluan maju, seorang pengasuh jiwa yang modern pada jamannya. Salah satu idenya yang cukup jitu dan tergolong maju ialah perihal pendidikan bagi kaum perempuan. Pastor Antonius melihat bahwa kaum perempuan pun sangat perlu untuk memperoleh pendidikan, mengajar mereka dengan berbagai keterampilan seperti merajut dan member pendidikan agama kepada anak-anak mereka. Ini sesuatu yang sangat urgen. Ide ini menjadi cikal-bakal untuk mendirikan karya susternya sendiri.

Di Boxtel, Pastot Antonius Van Erp pernah bertemu dengan seorang gadis bernam Mieke de Bref. Gadis ini berniat untuk masuk biara. Kemudian Pastor Antonius mengundangnya datang ke Schinjdel tahun 1835. Sesudah beberapa hari Mieke de Bref berangkat ke Tilburg untuk menjalani masa Nopisiat dibawah bimbingan Mgr.Zwijsen dam Moeder Michael SCMM. Pastor Antonius memilih nama suster Vincentia menjadi nama biara Mieke de Bref. Suster Vincentia menjadi Suster pertama.

Tanggal 15 April 1835, Suster Vincentia de Bref mengikrarkan Kaul Religius. Setelah mengikrarkan kaul, Sr.Vincentia berangkat ke Schinjdel pada tanggal 31 Oktober 1836. Beranggotakan satu suster, Pastor Antonius mendirikan Kongregasi. Hal ini termuat dalamkata-kata Pastor Antonius yang ditulis dalam peraturan umum “pada Hari  Raya Orang Kudus tahun 1836 Hanya seorang calon saja yang masuk dirumah ini, rumah yang serba kekurangan”.

Tujuan Kongregasi ini didirikan ialah untuk memberikan pendidikan katolik kepada anak-anak,merawat orang sakit dan lanjut usia, meolong orang miskin serta mendidik kaum perempuan. Pola hidup kongregasi menurut pastor Antonius ialah hidup seturut Spiritualitas vincentius a Paulo. Hal ini dirumuskan dengan jelas dalam direktorium 1962 “Gayahidup aktif para suster hendaknya merupakan pelaksanaan karya karitatif menurut Spiritualitas Vincentius a Paulo.

Dalam perjalanan hidup kongregasi, jumlah anggota pun semakin bertambah. Pertambahan anggota ini tentu sangat mendukung perwujudan tujuan kongregasiuntuk semakin memperluas dan memperbanyak karya cinta kasih. Pada tahun 1928 Theodora Slit yang ketika itu menjabat sebagai Pmpinan Kongregasi mengutus suster menjadi tenaga misionaris ke Indonesia. Awalnya, sebagaimana misionaris pertama, para suster yang diutus ini berjuang untuk memperkenalkan keberadaan mereka dan misi yang mau mereka sampaikan. Rupanya perjuangan mereka disela-sela perang yang berkecamuk waktu itumembuahkan hasil yang melimpah. Benih yang mereka taburkan tumbuh dengan subur dan kongregasi pun semakin berkembang. Kongregasi di Indonesia tetap memakai nama Kongregasi induk yakni Kongregasi Suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik.

Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1990kongregasi ini menjadi kongregasi yang otonom melalui dekrit yang dikeluarkan oleh yang Mulia Fr. Hier M. Kardinal Hamer O.P atas nama Tahta Suci.dekrit ini dipromulgasikan pada tanggal 19 Novembar 1990 dengan prot.No.DD 2215-I/1990. Kongregasi ini menjadi Kongregasi mandiri tingkat keuskupan (KHK, kan 581) yang berpusat dijalan sibolga 17 Pematang Siantar. Dengan demikian Kongregasiberada dalam peng-gembalaan Yang Mulia Uskup Agung Medan (KHK kan 579)

SEJARAH RINGKAS KYM DI INDONESIA

Pada pertengahan abad 20 Indonesia masih berada di bawah Koloni Belanda. Banyak misionaris dari negeri Belanda datang ke Indonesia untuk mewartakan injil. Pada tahun 1924 Uskup Matias Brans OFM.Cap Prefek ApostolikSumatera di Padang meminta suster-suster di Shinjdel untuk datang bermisi di Pulau Sumatera. Pada tahun 1927permohonan Uskup itu ditanggapi dan diberitahukan, bahwa suster-suster bersedia dikirim ke Sumatera. Selanjutnya pada bulan Februari 1928 Pemimpin Umum Kongregasi Zr.Theodora Slits minta ijin ke Roma untuk mengutus suster ke Indonesia. Dalam waktu singkat, 25 Februari 1928 permohonan tersebut sudah direstui.

Pada tanggal 7 Maret 1928 diutus rombongan misionarispertama ke Indonesia menuju bagan siapi-api, yakni :

  • Kosta Mass
  • Cleta Hendriks
  • Laurentia Hamelijnk
  • Margaretha Pijnappels

Pada tanggal 1 April 1928 misi dibagan siapi-api dimulai dengan nama Biara St. Yoseph. Karya mereka yang pertama dan utama adalah mengajar dieskolah.

Kehadiran suster van Liefde Schijndel didaerah missi semakin dibutuhkan. Pada tahun 1929 atas persetujuan Mgr. Mathias Brans, Pastor Huybregts mengajukan permohonan kepada dewan Pusat Kongregasi Schinjdel agar di Kuta raja banda Aceh beberapa suster membuka satu sekolah dan membantu Pastor setempat untuk mengembangkan karya missi.

Beberapa suster, yang seharusnya ke Curacao tetapi karena belum ada panggilan, akhirnya bertolak ke Sumatera-Kuta Raja, tepatnya tanggal 10 Mei 1929. Mereka itu adalah Sr.Henrietta Verhoeven, Sr. Aurelia Van Calis, Sr. Jeanne Franqoice Poels, Sr. Reginaldis Heessels dan Sr. Luka Koolen. Tanggal 29 Mei 1929 mereka tiba di Sabang pelabuhan pulau Wee. Selama dua hari mereka menginap di rumah dua keluarga katolik, baru kemudian bertolak ke Kuta Raja. Tanggal 30 Mei biara baru didirikan di Kuta Raja Keuskupan Medan. Tanggal 31 Mei 1929 hari penutupan tahun ajaran, mereka sudah langsung menunjau lapangan kerja mereka di kemudian hari yakni TK dan SD.

Pada tanggal 28 Desember 1932 atas permohonan Pastor Kerkers, empat suster kita berangkat untuk memulai missi di Pematangsiantar. Mereka tiba tanggal 16 Juni 1933. Mereka itu adalah Sr. Wilmino van Roosmalen, Sr. Rosa Lenferink, Sr. Constance van Dam, Sr. Helena Vermeulen. Karya mereka terutama adalah bidang pendidikan dan membantu Pastor dalam urusan stasi dan menyediakan hosti. Biara di siantar ini kelak menjadi rumah induk untuk Kongregasi.

Pada tanggal 8 Desember 1941 tentera Jepang mendarat di Pulau Jawa dan kemudia di Pulau Sumatera yang mengakibatkan enam orang suster dari Kuta Raja melarikan diri ke Pematangsiantar pada tanggal 7 Maret1942 hari berikutnya sepuluh orang suster menyusul. Tanggal 13 Maret 1942 Pematangsiantar juga sudah dimasuki tentera Jepang, sehingga Juni 1942 semua suster ditahan di Kamp, di R.S. Umum Pematangsiantar 21 Desember 1942 dipindahkan ke Berastagi, dan dua tahun kemudian mereka pindah ke Kamp Aek Pamingke.

Pada tanggal 15 Agustus 1945 terjadi bencana di Hirosima yang mengakibatkan pembebasan bagi para tawanan. Pada tanggal 17 Agustus 1945 diumumkan bahwa perang telah usai. Akan tetapi baru bulan Oktober 1945 mereka meninggalkan Kamp Aek Pamingke menuju kompleks Missi suster van Amersfoort di jalan Hayam Wuruk Medan. Disana mereka berkumpul dengan para suster dari Bagan Siapi-api. Mereka kembali di internir. Tanggal 19 Maret 1946 enam orang suster dikirim kembali ke Sabang untuk membuka Biara St.Maria yang kemudian biara ini ditutup tanggal 15 Mei 1948. Bulan Oktober 1947 Pastor Kerkers, Sr. Rosa Lenferink dan Sr. Fransiska deChantal memberanikan diri untuk meninjau ke Pematangsiantar. Rumah St.Laurentius yang dipakai sebagai kantor pos telah ditinggalkan. Seluruh biara kotor dan jorok, tetapi akhir bulan itu empat suster menetap di rumah St.Laurentius dengan siap menanggung resiko yang terjadi. Gereja dan sekolah tetap dalam keadaan baik karena pemeliharaan Maria baru Tompul, dkk.

Pada tahun 1948 beberapa suster kembali dari cuti sementara 8 Oktober 1948 yang belum cuti kembali ke Negeri Belanda. Pengalaman waktu Jepang memang sulit dan berat, tetapi semua suster mengetahui bahwa penderitaan itu memperkaya kehidupan rohani dan memperluas pandangan. Segala kesengsaraan, Ketakutan, Kelaparan, Kemiskinan dan kekhawatiran dipersembahkan kepada Tuhan demikemuliaan-Nya dan keberlangsungan missi. Hal ini menunjukkan kemajuan yang tidak terduga-duga. Jalan Tuhan selmanya bijaksana. Anak-anak pribumi mulai bangkit. Pada tanggal 8 Februari 1950,tiga orang gadis calon suster dikirim ke Belanda untuk Pendidikan. Mereka itu adalah :

  • Seriaantje Pandiangan (Sr. Marie Andrea)
  • Elisabeth Gho (Sr. Maria Wendelina)
  • Elsje Paedede (Sr.Maria Filippa keluar waktu nopis)

Kehadiran suster semakin dirasakan, maka pada tanggal 13 November 1951 biara baru St Maria di buka di Palipi, Samosir. Para suster mengelola Sekolah Kepandaian Puteri(SKP) dan sebuah Balai Pengobatan.

Pada tanggal 6 Agustus 1954 Sr.Maria Andrea berkaul kekal sedangkan Sr.Elisabeth Gho ditunda sampai bulan Februari 1955 namun setelah satu tahun profesi ia keluar. Tanggal 2 Juni 1955 Sr.Maria Andrea dan Sr. Wendelina berangkat dari Holland dan tiba di Indonesia tanggal 20 Juni 1955. Sr.M. Andrea diserahi tugas mengajar di SKP Palipi mulai tanggal 3 Juli 1955.

Pada tahun 1955Kongregasi sudah menerima calon Pribumi untuk dididik di P.Siantar tepatnya tanggal 4 Februari 1955. Mereka itu adalah:

  • Maria Aquila Manurung
  • Maria Flavia Napitu
  • Maria Dafrosa Nainggolan
  • Maria Domitella (keluar waktu nopis)

Mulai tahunini calon-calon suster tidak perlu lagi ke Scinjdel untuk pendidikan menjadi Religius Kongregasi kita. Sr.Jeanne Franqoice sebagai pemimpin mereka.

Setelah menerima pendidikan beberapa lama, tiga orang dari mereka mengucapkan kaul kekalnya pada tanggal 23 Juli 1963. Benih panggilan makin subur.dengan pertambahan anggota, komunitas Capri di Parapat di buka pada tanggal 1 November 1963 untuk membantu mengurus dapur seminari tinggi.selanjutnya tahun 1967, tepatnya 16 Agustus, Komunitas Emmaus di lubukPakam dibuka. Para suster terlibat dalam bidang sekolah Paroki, bidang Pastoral dan mengelola Balai Pengobatan.

Dengan panggilan yang semakinsubur,tanggal 1 Oktober 1976 Komunitas St.Theresia di Aek Kanopan dibuka. Para suster secara khusus terlibat dalam bidang Pastoral,sekolah dan asrama. Pada tanggal 27 Juli 1979 Komunitas Betani di Aek Nabara dibuka khusus karya Pastoral, dan menyusul Rumah Vincentius di Lawe Desky tanggal 14 September 1979, secara khusus untuk merawat orang kusta bekerja sama dengan Pastor Raessens OFM Cap dan Pastor Fernando Sevri OFM Con. Pada tanggal 16 Juli 1983 Komunitas dibuka di Bandar Baru dan suster kita melibatkan diri demi pendidikan disekolah dan mengelola asrama putera/puteri dan Panti Asuhan.

Karena melihat bahwa tenaga Pribumi sudah semakin mantap, maka pada tanggal 28 Agustus 1983 semua suster misionaris Belanda pulang kembali ketanah airnya. Tanggal 1 Oktober 1984 dibuka komunitas di Tebing Tinggi untuk menangani SMA Cinta Kasih, tetapi berlangsung hany satu tahun saja. Pada tanggal 9 Desember 1985, atas undangan Mgr Martinus D.Situmorang OFM.Cap Uskup Padang, Kongregasi mulai mengembangkan sayapnya di Duri. Untuk karya Pastoral dan Balai Pengobatan. Tanggal 6 Agustus 1986 suster mulaibekerja di Rumah Sakit Harapan milik Keuskupan. Tanggal 13 Juli 1988 membuka komunitas Antonius van Erp di Rantau Parapat untuk mengelola SMP dan SMA Bintang Timur yang baru didirikan. Tanggal 28 Maret 1989 dibuka Komunitas Mieke de Bref/PPU Karang Sari sebagai Komunitas yang dikhususkan untuk Pimpinan agar dapat bekerja lebih efisien untuk kepentingan Kongregasi. Tanggal 1 Agustus 1989 Komunitas Nazareth, Marihat, Pematangsiantar dibuka sebagai tempat pendidikan calon-calon suster. Tanggal 29 Juni 1990 Kongregasi mengembangkan sayap di Tim-tim atas undangan Mgr.C.F.Belo,SDB, tepatnya, di Manatuto.

Melihat perkembangan yang cukup subur di Indonesia, sementara di Negeri Belanda panggilan tidak ada dan suster kita makin lanjut usia, dan tidak mungkin memimpin langsung dari Negeri Belanda, maka pada kapitel Maret 1988 diputuskan bahwa Kongregasi Regio Indonesia manjadi Otonom. Keputusan ini diajukan kepada Kapitel Umum Kongregasi Desember 1988. Dengan pertimbangan yang banyak, akhirnya diputuskan bahwa Indonesia menjadi “Regio Otonom”. Konstitusinya mempunyai akar dari Kongregasi asal. Hal ini disahkan di Roma tanggal 24 Mei 1990.

Tidak lama kemudian pada tanggal 19 November 1990, Roma menetapkan Kongregasi Suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik, Kongregasi baru dan mandiri dengan status keuskupan. Kongregasi ini mempunyai Konstitusi yang sama dengan asalnya, tetapi perlu disesuaikan dengan keadaan kongregasi baru dan budaya setempat. Biara induknya berdomisili di Jl.Sibolga 17, Pematangsiantar.

Sesudah kongregasi otonom, banyak perkembangan pesat yang dialami. Dalam Kapitel Umum perdana Mgr Martinus Situmorang OFM Cap menawarkan kepada Kongregasi untuk bermisi di Sikakap Mentawai. Demikian juga keuskupan yang lain. Maka setelah kongregasi, otonom beberapa komunitas dibuka antara lain :

  1. Tanggal 29 Juni 1991, Komunitas St.Maria Asumtha,di Sikakap Kep.Mentawai dengan karya pastoral, asrama, sekolah dan balai pengobatan milik keuskupan.
  2. Tanggal 6 Agustus 1994, Komunitas Rosalia di Bekasi dengan karya Pastoral.
  3. Tanggal 27 September 1995, Komunitas St. Louse de Marillak Tim-Tim, yang kemudian ditutup setelahjajak pendapat 3 September 1999
  4. Tanggal 11 September 1998, Komunitas St.Johanes Gabriel Farboyre Surabaya sebagai tempat transit, dan tempat Suster yang studi serta karya pastoral.
  5. Tanggal 29 Juni 1999, Komunitas St, Agustinus Fatubenao di Atambua dengan karya p

Di mana saja tenaga Kongregasi dibutuhkan, Kongregasi berusaha memenuhinya, sejauh tenaga KYM memungkinkan demi menciptakan dunia yang lebih baik untuk dihuni dan menghadirkan kerajaan Allah.